Jumat, 08 Juni 2012

Hutan gambut dan kendalanya

Salah satu ekosistem yang terdapat di Indonesia adalah hutan rawa gambut. Hutan rawa gambut memiliki karakteristik yang unik, diantaranya rentan terhadap gangguan dan sulit untuk pulih kembali jika telah mengalami gangguan. Hutan rawa gambut merupakan ekosistem yang penting bagi lingkungan, karena memiliki carbon stock yang tinggi. Saat ini, hutan rawa gambut Indonesia sudah mengalami degradasi. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan rehabilitasi dengan memperhatikan jenis lokal.
Cratoxylon arborescens (Vahl) Blume. atau yang dikenal sebagai geronggang atau serungan merupakan jenis lokal yang dapat digunakan sebagai bibit untuk rehabilitasi, terutama untuk hutan rawa gambut di Sumatera dan Kalimantan. Selain itu, jenis ini merupakan jenis pionir sehingga jenis ini dapat tumbuh dan berkembang pada lahan gambut yang terdegradasi. Dalam usaha untuk rehabilitasi lahan gambut tersebut dibutuhkan bibit dengan jumlah yang banyak, jumlah tersebut akan sulit dipenuhi dengan produksi bibit secara generatif. Hal tersebut dikarenakan musim bunga dan buah yang tidak menentu. Berkaitan dengan hal tersebut, alternatif yang cukup baik dalam produksi bibit adalah dengan menggunakan sistem stek pucuk (cutting).

Selasa, 04 Oktober 2011

Daftar Pustaka

Abidin, Z. 1982. Dasar-dasar tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa : Bandung.
Alrasyid, H dan A. Widiarti,1990. Pengaruh Penggunaan Hormon IBA terhadap
persentase hidup stek Khaya anthoteca. Buletin Penelitian Hutan No.523.
Pusat Penelitiandan Pengembangan Kehutanan. Bogor. P.1-22.
Anonim. 1996. Pedoman Pembuatan Stek Pucuk Tanaman Khaya enthoteca dan
Swietenia mahagoni. Direksi Perum Perhutani. Jakarta.
Hartman, H. T., D. E. Kester, and F. T. Davies, Jr. 1990. Plant Propagation
Principles and Practice. Fifth Edition. Prentice – Hall International, Inc.
London
Na’iem, M. 2000. Prospek Pertumbuhan Klon Jati di Indonesia. Seminar Nasional
Status Silvikultur 1999. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Nababan, D. 2009. Penggunaan Hormon IBA Terhadap Pertumbuhan Stek
Ekaliptus Klon Ind 48. USU Repository [terhubung berkala]
http//:www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7668/3/09E00911.pdf
(24 Juni 2011).
Nurcahyaningsih, 2004. Perbanyakan Eucalyptus pellita secara Kultur Jaringan.
[terhubung berkala] http://biotiforda.or.id/index.php (24 Juni 2011).
Subiakto,A., Ika H., dan Hani S.N. 2000 dalam Veronika, I. 2005. Pengaruh
Berbagai Media dan Jumlah Ruas terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk
Eucalyptus grandis. [Skripsi].

Jumat, 30 September 2011

KOFFCO

Badan Litbang Kehutanan bekerja sama dengan Komatsu Ltd. telah melaksanakan penelitian dan pengembangan teknik propagasi stek pucuk untuk produksi bibit stek secara masal. Dalam kerja sama ini, telah berhasil teknik stek yang sederhana dan ekonomis. Teknik yang telah dikembangkan tersebut dinamakan KOFFCO System (Komatsu FORDA Fog Cooling System) (Subiakto et al. (1999) yang diacu dalam Hariadi (2007)). Sistem ini mengatur suhu pada rumah kaca yaitu dengan pendingin kabut (fog cooling system). Komponen utama sistem ini adalah pompa air, nozzle,dan thermostat. Dengan sistem ini suhu udara di dalam rak pertumbuhan pada siang hari antara 27o-29oC, sedangkan tanpa pengabutan dapat mencapai suhu 34oC pada saat intensitas cahaya di dalamnya 500-5.000 lux dan kelembaban relatif udara mendekati 100%. Teknik ini telah diujicobakan dalam skala model untuk jenis-jenis meranti, tegkawang, eboni, ulin, dan trembesu (Mindawati dan Subiakto (2005) yang diacu dalam Hariadi (2007)).
Teknik stek pucuk KOFFCO merupakan paket teknologi yang dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan bekerja sama dengan Research Center, Komatsu Ltd. Teknik KOFFCO sendiri adalah teknik pendinginan rumah kaca melalui pengabutan, namun demikian teknologi stek yang dikembangkan pencakup proses pembuatan stek, pembentukan akar stek, dan perawatan bibit hasil stek (Subiakto et al. (2005) yang diacu dalam Hariadi (2007)).
            Mekanisme pendinginan dari sistem ini adalah sebagai berikut, apabila sensor yang ditempatkan dalam kotak propagasi mendeteksi temperatur telah melampaui suhu yang telah ditetapkan sebelumnya (30oC), maka thermostat akan segera mengaktifkan pompa bertekanan tinggi. Air yang dialirkan melalui nozzle akan menghasilkan kabut dengan partikel air yang sangat kecil. Kabut akan segera menguap, dan dalam proses penguapan akan menyerap panas dari sekitarnya. Panas yang diserap pada proses penguapan akan menurunkan suhu dalam rumah kaca. Tujuan dari upaya menjaga temperatur tidak terlalu tinggi adalah untuk menjaga perbedaan tekanan uap daun atau vapour pressure deficit (VPD) tidak terlalu lebar, VPD dapat mengakibatkan dehidrasi pada stek. Oleh karena itu, VPD harus ditekan serendah mungkin. Faktor kunci yang dioptimalkan dengan teknik KOFFCO adalah cahaya (5000-20.000 lux), kelembaban (RH>95%) dan temperatur (tidak lebih dari 30oC)

Praktek kerja profesi departeman silvikultur fakultas kehutanan ipb (I)

Kondisi Umum Perusahaan
v  PT Riau Andalan Pulp and Paper, sesuai dengan Keputusan IUPHHK-HTI No. SK. 327/MENHUT-II/2009 tanggal 12 juni 2009, seluas 350.165 Ha.
v  Kelas perusahaan produksi kayu pulp dengan status permodalan Swasta Murni (PMDN).
v  Kepemilikan Saham IUPHHK-HTI dalam Hutan Tanaman,
-          Akte pendirian Perusahaan oleh akte Notaris Arinka Natakusuma, SH, Nomor 76, tertanggal 15 Mei 1989.
-          Akte perubahan terakhir oleh akte notaris Linda Herawati, SH, Nomor 56 tertanggal 14 Desember 2010.
-          Komposisi Saham, APRIL 50%, PT Tanoto Dana Perkasa 30%, dan PT Raja Garuda Mas Pulp and Paper 20%.
v  Susunan Komisaris dan Direksi:
-          Susunan Komisaris
·         Komisaris Utama        : Alagaratnam Joseph Devanesan
·         Komisaris                    : Ratnesh Bedi
-          Susunan Direksi
·         Direktur Utama           : Kusnam Rahmin
·         Direktur                       : David Alexander Kerr.
·         Direktur                       : Mulia Nauli
·         Direktur                       : Susanna
·         Direktur                       : Vinod Kesavan
·         Direktur                       : Rudy Setiawan
v  Keterkaitan dengan Industri Primer Hasil Hutan : Industri PT RAPP

Sabtu, 24 September 2011

Geronggang

A.  Cratoxylon arborescens (Vahl) Blume.
Cratoxylon arborescens (Vahl) Blume atau yang dikenal di Indonesia dengan nama geronggang yang memiliki padanan nama yang berbeda untuk setiap daerah, diantaranya burunggang, dori, geronggang, madangbaro, mampat, mepa, tamaw, tumok (kalimantan) termasuk dalam family Clusiaceae. Sinonim untuk jenis ini adalah Cratoxylon cuneatum miq. Tinggi pohon geronggang dapat mencapai 50 m, diameter dapat mencapapi 85 cm (Soerianegara dan Lemmens 1994). Tinggi banir sampai 1 m, daun berhadapan, bunga berdiameter 8 mm, dan biji bersayap kecil. Biasa dapat ditemui berasosiasi dengan hutan kerangas atau dipterokarp dan berperan sebagai tumbuhan pionir (Silk 2011). Kulit luar berwarna kemerah-merahan sampai coklat, beralur, dan mengelupas kecil-kecil. Dengan sebaran habitat  hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A dan B, terutama pada tanah rawa atau zona peralihan antara tanah rawa dan tanah kering pada ketinggian sampai 60 m dpl (Martawijaya (1981) yang diacu dalam dalam Maha (1997)).
Tumbuh tersebar atau mengelompok dalam belukar atau hutan primer yang tergenang (Prawira (1979) yang diacu dalam Maha (1997)). Daerah penyebaran pertumbuhan pohon geronggang di indonesia meliputi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Kayu teras geronggang berwarna merah jambu tua atau merah bata muda jika baru ditebang,lambat laun menjadi merah tua tetapi tidak menjadi coklat. Kayu gubal berwarna kuning, kadang-kadang semu merah jambu atau jingga. Agak mudah dibedakan dari kayu teras, tebal kira-kira 5 cm (Martawijaya (1981) yang diacu dalam Maha (1997)). Manfaat kayu ini umumnya digunakan sebagai bahan untuk konstruksi dalam ruangan. Daerah sebarannya meliputi Burma, Semenanjung Malaysia, Jawa, Sumatera, dan Kalimantan (Silk 2011).